Dua Atau Tiga Ekor Ikan

 DUA ATAU TIGA EKOR IKAN

Ust Arafat

Alkisah pada zaman dahulu kala hiduplah seorang nelayan yang setiap hari pergi melaut untuk mencari ikan. Ia selalu ditemani oleh sebuah perahu tua yang lusuh dan jaring kecil kesayangannya.


Karena jaringnya cukup kecil, sang nelayan tersebut hanya mendapatkan ikan dengan jumlah sedikit ketika ia kembali dari laut. Meskipun demikian, ia masih bisa menyisihkan dua atau tiga ekor ikan untuk tetangga-tetangganya yang miskin.


Suatu hari sang nelayan berkata kepada mereka, "Kalau saja aku punya jaring yang lebih besar, tentu aku bisa mendapatkan ikan yang banyak. Sehingga ikan-ikan yang aku sisihkan untuk kalian juga menjadi lebih banyak setiap harinya."


Para tetangganya diam-diam mendiskusikan hal tersebut. Mereka lalu memutuskan untuk membuatkan jaring yang lebih besar untuknya. Sang nelayan sangat senang sekali menerima bantuan dari mereka.


Keesokan harinya ia melaut dengan jaring barunya itu, dan betul saja tangkapan ikannya lebih banyak. Bahkan bukan hanya ikan-ikan kecil saja yang ia dapatkan, karena jaringnya kini bisa menjangkau lebih luas, ikan besar pun ia dapatkan.


Inilah kali pertama ia berhasil menjaring ikan besar. Sang nelayan mulai berpikir andai saja perahu tuanya yang lusuh itu bisa diganti dengan perahu motor, tentu ia bisa melaut lebih jauh lagi hingga ke tengah samudera.


"Sungguh kombinasi yang sempurna, jaring besar dan perahu canggih!" Pikirnya. Sang nelayan pun kembali ke rumah, seperti biasa ia menyisihkan dua atau tiga ekor ikan untuk para tetangganya yang miskin.


Mereka bertanya-tanya bukankah ia sudah mendapatkan ikan lebih banyak? Nelayan itu menjawab, "Bersabarlah sebentar. Ikan-ikan besar ini akan aku kumpulkan untuk membeli perahu yang bagus sehingga tangkapanku semakin berlimpah. Barulah kalian aku bagi sebanyak-banyaknya!"


Singkat cerita, sang nelayan akhirnya berhasil membeli sebuah perahu yang dilengkapi motor canggih. Segera ia gunakan untuk melaut hingga ke tengah samudera. Tanpa diduga, rupanya ikan-ikan di sana adalah jenis ikan hias yang mahal harganya. 


Inilah kali pertama ia berhasil menjaring ikan berharga. Sang nelayan mulai berpikir ikan seperti itu sayang sekali hanya dijual di pasar. Andai saja ia punya sebuah mobil, tentu ia bisa pergi ke kota setiap hari menjualnya kepada orang yang tepat yaitu para penggemar ikan hias. 


Sang nelayan pun kembali ke rumah, seperti biasa ia menyisihkan dua atau tiga ekor ikan untuk para tetangganya yang miskin.


Mereka bertanya-tanya bukankah ia sudah punya jaring besar dan perahu bagus? Nelayan itu menjawab, "Bersabarlah sebentar. Ikan-ikan mahal ini akan aku kumpulkan untuk membeli sebuah mobil agar bisa kujual ke kota. Barulah kalian aku bagi sebanyak-banyaknya!"


Demikianlah seterusnya kisah ini berjalan. Sang nelayan itu semakin kaya. Namun tetap saja ia hanya mampu bersedekah dengan dua atau tiga ekor ikan.


Mental nelayan seperti ini adalah mental yang dimiliki rata-rata manusia. Apabila ia menjadi lebih kaya maka ia akan lebih menyadari terhadap apa yang belum ia punya.


Sebelum ia kaya, ia tak tahu apa-apa. Sehingga tak punya keinginan apa-apa. Setelah kaya, ia tahu lebih banyak. Maka lahirlah rasa ingin lebih banyak.


قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لَأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الْإِنْفَاقِ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا


Katakanlah, "Kalau seandainya kamu memiliki kekayaan karena rahmat Tuhanku, niscaya kamu tahan kekayaan itu, karena takut menyedekahkannya." Adalah manusia itu sangat kikir.


Surat Al-Isra ayat 100 di atas adalah gambaran dari rata-rata manusia. Semakin kaya justru semakin menahan hartanya. Bertambah kaya akhirnya bertambah kikir. Semoga Allah melindungi kita semua. Ingatlah selalu bahwa kita ini dahulu hanya seorang nelayan dengan sebuah perahu tua yang lusuh dan jaring kecil.


Salam Bertumbuh.

⏰ Ada rezeki baru jika kita mau mencoba kehidupan yang baru!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Tertinggal Bukan Pemenang

Penghambat Kebahagiaan

Kenangan Dalam Lembaran Kertas