Ketulusan Terlihat Setelah Mati?

 

BENARKAH KETULUSAN SEJATI HANYA TERLIHAT SETELAH MATI ?

Ust Arafat

Pada bulan Maret 2022 seorang fotografer dari Yunani, Ioanna Sakellaraki, menerbitkan sebuah buku berisi koleksi foto tentang para pelayat bayaran di negerinya sendiri. Buku berjudul The Truth is in The Soil ini cukup unik karena mengangkat profesi yang tidak biasa.


Para pelayat bayaran (dalam bahasa Inggris disebut moirolog) adalah orang-orang yang dibayar oleh keluarga yang sedang berduka karena kehilangan salah seorang sanak famili mereka. Orang-orang ini akan berakting sedih, meratap, menangis pada saat upacara kematian meski sebenarnya mereka tak saling kenal.


Adanya tangisan dan ratapan ini tujuannya untuk menciptakan nuansa haru yang mendalam sehingga orang lain yang ada di tempat tersebut ikut larut berlinang air mata. Profesi seperti ini tidak hanya ada di Yunani, namun juga dapat kita temui pada negara lainnya semisal Taiwan, Afrika, dan India.


Karena mereka bekerja secara profesional, artinya kesedihan tersebut hanya sementara. Jika acara telah selesai maka mereka akan meninggalkan tempat tersebut dan keadaan kembali biasa-biasa saja. Mereka cukup terlatih untuk mengatur kapan dan di mana harus menangis atau tidak. Jangan berpikir bahwa perasaan duka mereka akan tetap dirasakan selama 24 jam.


Namun karena memang hal tersebut sebuah profesi, maka wajar saja. Justru yang tidak wajar apabila ada orang-orang yang bukan sebagai moirolog namun setiap hari senantiasa bertingkah demikian.


Coba bayangkan, orang yang menjadi hamba hanya sementara. Ketika shalat kelihatan total sekali. Namun jika sudah meninggalkan sejadah maka keadaan kembali biasa-biasa saja. Ia kembali menyindir orang lain melalui status medsosnya. Lisan dan jari-jarinya cukup terlatih untuk mengatur kapan dan di mana harus bermaksiat atau tidak. Jangan berpikir bahwa perasaan takut kepada Allah akan tetap dirasakan selama 24 jam.


Ada pula orang yang suka mendengar tausiyah dan mengaji Al-Quran. Tapi saat ia meninggalkan mushaf tersebut keadaan kembali biasa-biasa saja. Ia kembali melakukan jual beli yang diharamkan. Ia juga hobi bersilat lidah kepada calon pembeli demi melariskan produknya. Ia cukup terlatih untuk mengatur kapan dan di mana harus berkata jujur atau tidak. Jangan berpikir bahwa perasaan merasa diawasi oleh Allah akan tetap dirasakan selama 24 jam.


Inilah yang pantas disebut sebagai tidak wajar. Seolah-olah mereka menjadi hamba secara profesional. Artinya menghamba kepada Allah itu dianggap seperti profesi saja. Terbatas pada kapan dan di mana.


Sejatinya kita adalah hamba sepanjang waktu. Bukan sementara. Tak ada tempat dan waktu yang layak membatasi kita untuk berhenti menjadi hamba Allah.


✏️ Sahabatmu, Arafat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Tertinggal Bukan Pemenang

Penghambat Kebahagiaan

Kenangan Dalam Lembaran Kertas